Perempuan dan Beringin

Cerpen: Royyan Julian

Raga perempuan itu terbujur di atas dipan, meranggas seperti ranting yang didera tujuh kemarau. Meski telah lama sakit-sakitan, napasnya tak beranjak hengkang. Padahal ia ingin segera menyusul suaminya ke alam baka. Raudah sepenuhnya sadar bahwa tubuhnya tiba-tiba rapuh semenjak beringin yang berdiri menjulang di kebun belakang rumahnya ditebang. Berapakah nyawa Raudah yang masih tersisa? Mungkin satu-dua. Sebab jiwanya seperti telah lama pergi bersama arwah pohon itu.

Sejak air sumur di rumahnya mengeruh-menguning-menghitam, kulitnya diserang gatal-gatal. Saban hari terpaksa ia mandi dengan air kotor. Kini, ia juga tak dapat mereguk segarnya air itu tatkala kehausan. Ia harus membeli air galon yang baginya tak sesejuk air sumurnya. Sakaratul maut air sumur bukannya tak berdampak apa-apa. Kebun di belakang rumah yang dahulu bagai miniatur Taman Eden, kini seperti lahan mati: di situ ada tanah kerontang, belukar kering, dan bebatuan yang berantakan. Ia mengerti, muasal dari semua itu adalah ditebangnya beringin itu, pohon yang telah menjaga mata air agar tetap santer memacar di rahim sumur.

Raudah masih ingat, ia menggarap kebun itu dengan suaminya, pensiunan carik. Dana pensiun yang seolah tak cukup memenuhi kebutuhan hidup yang serbamahal membuat mereka berkomitmen mengurangi membeli barang dan mencoba mandiri. Raudah dan suaminya juga tak mau bergantung kepada ketiga anak mereka yang sudah bekerja. Lalu digaraplah halaman belakang rumah yang sebelumnya hanya dipakai untuk jemuran.

Kebun itu memang tak seberapa luas, tetapi hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di situ ditanam umbi-umbian, cabai, tomat, bawang, terung, dan aneka sayur lainnya. Juga ada pohon jambu, mangga, dan pepaya. Namun, beringin yang berdiri di ambang pintu pagar adalah pohon yang paling mereka sayangi. Raksasa itu menaungi kebun, menjadi tempat lindung kadal, serangga, dan burung-burung. Beberapa depa dari pohon itu ada sumur yang tak pernah dihajar oleh asat.

Jika Raudah telaten merawat surga kecil itu, suaminya bertugas memberi makan ikan-ikan patin, nila, dan mujair yang berkecipak di kolam mungil, pun bebek-bebek yang subur bertelur. Dengan itu semua, mereka tak banyak membeli barang kebutuhan. Mungkin cuma kopi, gula, garam, dan minyak. Selebihnya mereka menikmati karunia dari kebun.

Sepeninggal suaminya, Raudah tetap gigih mengasuh kebun yang kian subur. Segalanya berjalan normal sebelum pada malam itu, riak gelombang mulai menghantam. Seorang murabi di desa itu, Ustad Dulkarnin—begitu warga memanggilnya—bertamu ke rumah Raudah. Kalau sudah begitu, perempuan itu menduga pasti sedang ada masalah, sebab tak biasa lelaki berjenggot itu menandangi rumahnya. (NUSANTARANEWS.CO)

Cerita Selengkapnya, BACA DI SINI
Perempuan dan Beringin Perempuan dan Beringin Reviewed by Unknown on 10:20:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.