Puisi Dijinjing Penyairnya Masing-Masing

NUSANTARANEWS.CO – Seseorang pernah menyebut dirinya penyair. Suatu waktu ia senantiasa mempertanyakan kualitas kepenyairannya dan lebih banyak lagi ia bertanya perihal mutu anak-anak “puisi” yang ia cipta. “Adakah kemurnian hasil cipta, rasa dan karsa dari sekian menit permenungan saya terhadap kehidupan, setidaknya kehidupan di lingkungan kecil saya pribadi,” gumamnya.

Kemudian ia teringat pernyataan penyair pamflet W.S Rendra bahwa, “tidak ada kemurnian, tetapi ada spontanitas. Tidak ada kesucian, tetapi ada pikiran baik, perasaan baik, niat baik, kelakuan baik, dan tabiat baik. Tak ada kesempurnaan; yang ada usaha tekun, ungkapan yang total, dan integritas.” Pernyataan Rendra ia tangkap sebagai teguran terhadap dunia kepenyairannya, jangankan total, usaha untuk melahirkan totalitas saja, ia lepuh dan leleh sebagaimana gunung es diterpa kemarau panjang.

Serbagai penyair, seringkali ia berniat untuk mencaci penyair-penyair senior yang menurutnya terpisah dari tugas dan fungsinya sebagai penyair. Tetapi niat tersebut ia urungkan, sebab ia sadar akan kapasitas keilmuan dan mutu karyanya. Tidak jarang ia ingin marah pada rekan-rekan penyairnya sendiri yang melulu berbicara asmara, kesunyian, tuhan yang dihinakan, nasib masyarakat yang diiklankan dan fitrah penyair yang dikebiri setiap berbicara masalah kesusastraan. Akan tetapi, ia sadar bahwa pikiran itu adalah kenaifan yang muncul dari sinisme akut dan pesimisme yang minta ampun parahnya.

Kemudian yang bisa ia kerjakan dalam pola pikir, rasa, dan cipta ialah mengolah daya hidup dan kadar penghayatan yang ditinggikan. Sembari ia berjalan ke belakang, ke masa lalunya yakni kampung halaman, kembali pada tradisi kepenyairan dalam sejarah yang tertulis di buku-buku dan kisah-kisah penyair di bibir para penyair terdahulu. Sebut saja diantaranya Chairil Anwar, W.S. Rendra, Sitor Situmorang, Subagio Sastrowardoyo, Sutardji Coulzum Bachri, Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisyahbana dan Hamzah Fansyuri serta para kawindra di zaman raja-raja.

Kini, siapa yang pantas disebut penyair? Apa tujuan menjadi penyair? Bagaimana fungsi, kedudukan dan tugas penyiar? Kemudian kenapa harus memilih menjadi penyair? Dimana penyair itu sepantasnya hidup? dan kapan penyair harus ambil bagian dalam kehidupan? Pertanyaan-pertanyaan yang ia hadirkan, merupakan bagian pertanyaan yang selama ini menjadi suara yang mengikuti banyak orang sepanjang perjalanannya menjadi (seolah-olah) penyair. (NUSANTARANEWS.CO)

Bersambung! Selanjutnya Baca  : Puisi Dijinjing Penyairnya Masing-Masing
Puisi Dijinjing Penyairnya Masing-Masing Puisi Dijinjing Penyairnya Masing-Masing Reviewed by Unknown on 10:29:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.