Metamorfosa Secangkir Kopi

HUD-HUD NUSANTARA - Saya adalah penikmat sekaligus pecandu kopi. Sejak kecil saya biasa (mungkin ikut kebiasaan orang tua) minum kopi di pagi hari. Setelah saya hijrah ke Yogyakarta untuk cita-cita jadi penyiar, saya dipertemukan dengan aktivis mahasiswa dengan tradisi ngopi yang kuat. Kopi yang benar-benar kopi dengan takaran yang pas penghasil taste khas, kental dan pahit.

Pertama kali saya diajak ke warung kopi bernama "Blandongan" dengan tagline menggairahkan yakni “Selamatkan Anak Bangsa dari Kekurangan Kopi”. Mulanya saya tidak senang dengan kebiasaan ini. Sebagai mahasiswa baru saya masih berpikir kolot alias mengira manusia kopi itu adalah pemalas tulen. Ternyata, mata saya terpukau setelah benar-benar masuk ke dalam dunia mereka, dunia warung kopi yang ternyata penuh kreatifitas dan mencerdaskan.

Ngopi kreatif dan mencerdaskan ini dimiliki oleh mereka dengan kesadaran kuat. Dalam arti, ngopi bukanlah tujuan melainkan media. Media silaturrahim, media untuk diskusi, baca buku, menulis, melukis, latiahan musik, dan bertemu kolega jika ia pebisnis dan politisi. Sisanya adalah mahasiswa pemalas dan cenderung galau yang menjadikan warung kopi sebagai pelarian.

Tradisi ngopi menjelma gaya hidup

Secangkir kopi berarti setangkup kreasi di meja Blandongan, warung kopi pemula tradisi ngopi di Yogyakarta. Aktivis, seniman, penyair, penulis, politisi, dramawan, pelukis, musisi, dan siapapun mereka duduk khidmat penuh keramahan di mejanya masing-masing. Ngopi di Blandongan tidak lagi menjadi sekadar nongkrong dan bergadang belaka, namun telah bermetamorfosa menjadi ruang untuk lebih kreatif dan produktif. (NUSANTARANEWS.CO)

Bersambung! Selanjutnya Baca  : Dampak Positif Minum Kopi Bagi Petani Kopi
Metamorfosa Secangkir Kopi Metamorfosa Secangkir Kopi Reviewed by Unknown on 5:14:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.