Mail dan Mistik Keseharian

Mail meremas kuat-kuat buku di tangannya. Begitu kesalnya, setelah buku itu remuk dibuangnya jauh-jauh dari teras rumah mengarah ke pinggir jalan. Namun itu semua tak membuat rasa kesalnya terpuaskan. Justru menambah sakit hati. Sebab dia rela memotong uang makan untuk membelli buku itu. “Heidegger dan Mistik Keseharian,” demikian judul buku itu.

Satu bulan lamanya ia baca buku Heideger dan Mistik Keseharian. Sudah hampir tiga kali ia bolak-balik halaman demi halaman. Namun sama saja hasilnya. Tak pernah ia pahami sepenuhya. Akhirnya, rasa kesalnya memuncak hingga membuat buku itu remuk dan melayang dipinggir jalan. Sialnya, dia harus berurusan dengan seorang pejalan kaki yang sedang melintas karena terkena buku yang ia lempar.

“Seandainya aku bertemu dengan penulisnya akan kuomelin habis-habisan,” kata Mail pada temannya.

Sakit hati Mail tak tersembuhkan walau telah berhari-hari semenjak kejadian itu. Keinginanya untuk betemu dengan penulis buku itu semakin tertancap kuat dalam hatinya, bahkan dia sampai berdoa dalam sujud terakhir shalatnya agar keinginan itu bisa tersampaikan setidaknya lewat mimpi. Aksi gila itu membuat teman-temannya mengolok-olok diri Mail, namun ia tetap teguh pada pendiriannya.

Heidegger nama penulisnya. Memang Heidegger menjelaskan hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa teorinya begitu fenomenal namun teori itu ketika tertuang dalam tulisan penjelasannya begitu memutar otak membuat Mail harus mengeluarkan tenaga ekstra agar bisa memahami hal sederhana yang pelik itu.

Usaha yang Mail lakukan hampir berhasil jika saja tak ada penghalang waktu itu. Suatu siang sehabis sholat Mail membaringkan diri di selsar masjid. Niat awalnya hanya untuk menahan perutnya yang keroncongan. Tapi karena angin diselsar mesjid begitu sejuk berhembus, Mail tertidur pulas. Dalam tidurnya Mail bermimpi hadir dalam reunian ilmuan sepajang sejarah yang dilaksanakan di satu ruangan luas, entah dimana Mail juga tidak tahu. Mulanya dia bertemu dengan Karl Marx, filusuf kontrafersional di Indonesia. Namun dia tak memusingkannya, sebab sudah ada Martin Suraja yang meneruskan pemikrannya juga keinginanvya bertemu Heidegger sangat kuat.

“Hei anak muda sedang apa kau disni.” Seorang lelaki botak bertubuh jangkung menyapanya. Nampaknya yang barusan menyapanya persis Muhammad Iqbal sang mistikus kontemporer, namun Mail masih tak ambil pusing.

Bersambung....

Selengkapnya disini: Mail dan Mistik Keseharian – Cerpen Achmad Sayuti Majid
Mail dan Mistik Keseharian Mail dan Mistik Keseharian Reviewed by Unknown on 6:39:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.