Sebab Puisi Selendang Bersitegang

Koleksi Pribadi
catatan hangat Selendang Sulaiman di Meja Kopi

Lelaki yang akrab dengan sebutan “selendang” itu, tertegun setelah membacakan puisinya di tengah lingkaran perkumpulan orang-orang malas di kota para penulis dan kota Gudeg itu. Tepuk tangan dan sorak sorai begitu kerap sahut menyahut menyambut suara khasnya ketika membacakan puisinya. Tetapi, saat itu lain dari biasanya selendang baca puisi. Suasananya  berbeda, hidup dan tegang dengan moment puitik dari bait-bait sajak yang disyairkan. Sudah sejak sebelum ia bersiap diri dipanggil oleh pembawa acara, raut wajahnya kian gelap di tengah cahaya yang tamaram dengan hanya beberapa nyala lilin.

Kini, lebih lagi setelah acara GASEBU ‘garda seni dan budaya’ selesai, acara yang di adakan oleh orang-orang malas yang kerjanya jagongan dari warung kopi yang satu ke warung kopi yang lain di kota yang istimewa ini. Selendang tampak kian larut saja dalam gelisahnya, terlihat dari kerut dahinya, ia sedang memikirkan sesuatu yang bergejolak dalam hati dan batinnya. Entah gerangan apa yang telah menjadikan persoalan dalam diri selendang, sehingga menjadi semurung malam itu.
Aura lesu di wajah selendang masih juga tergambar, seperti ada persoalan di kepalanya, sampai pada sore besok harinya setelah baca puisi.
“Orang-orang banyak bertanya padaku, tentang Pini, perihal perempuan jadah dan janda kembang itu. Perempuan tegar yang sanggup menghidupi dirinya sendiri dengan kerja kerasnyanya yang tidak pernah surut sebagai penjual buku di event-event besar bazar atau gerebeg buku di berbagai kota di negeri ini.” Tuturnya pada mahrus yang juga selevel dengan Pini.
“Alah kau itu,bung! Sudahlah, tak usah kau risau dengan desas desus di luar itu!” Tukas Mahrus ringan, seolah tidak terjadi apa-apa.
“Bukan sebab desas-desus yang kau maksud, yang aku risaukan sekarang. Hanya saja, aku risih jika Pini selalu saja menjadi bahan perbincangan di warung-warung kopi. Padahal, Pini tidak bersalah sama sekali”
“Lantas apa hubungannya dengan kamu?” Tanya Mahrus sambil tertawa kecil.
“Kau sudah tahu sendiri sob, antara aku, kau, dan Pini masih ada ikatan keluarga, bukan!”
“Ya, aku tahu betul itu. Terus apa yang membuatmu serisau itu?” pertanyaan Mahrus semakin menukik pada Selendang. Sebatang rokok ia sulut lagi. Seruput demi seruput telah mempertampak dasar dedak kopi di cangkir yang ia pegang. Selendang terdiam sejenak sambil memutar-mutar rokok di jari jemarinya.
“Begini sob, semalam pamanku nanya padaku perihal acara tasyakkuran yang akan dilaksanakan oleh Rojali...” Mahrus manggut-manggut saja sambil menghisap asap rokok dalam-dalam, pun selendang menyulut batang rokok, dan “...dan kabarnya, Riki juga akan mengadakan tasyakkuran yang sama di lain waktu yang dekat ini” selendang mengutarakan benih-benih risau di kepalanya .
“Terus, terus bagaimana selanjutnya?”
“Kau itu pura-pura tidak tahu atau mau mengujiku?”
“Benar, aku memang tidak tahu dan sengaja tidak ingin tahu!”
“Ya, bukan maksud aku ingin mengajakmu untuk memikirkan persoalan keluarga yang disana itu. Aku hanya ingin berbagi resah padamu. Syukur kalau kau sudi mendengarnya.”
“Lalu, apa yang bisa kau perbuat dalam kereshanmu itu?”
“Bikin puisi dan membacakannya, lagi pula tidak ada baiknya terlalu ikut campur persoalan orang lain”
Lalu, mahrus tak mengubris lagi, Selendang juga melamun lagi. Percekapanpun mengalir kembali bersama puisi yang dibacakan Selendang tadi malam.

Yogyakarta, Juni 2011

Sebab Puisi Selendang Bersitegang Sebab Puisi Selendang Bersitegang Reviewed by Unknown on 11:17:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.